Sunday, October 21, 2012

Kompos dan Pengomposan


Menurut Yuliarti dan Isroi (2009), kompos merupakan hasil penguraian tidak lengkap (parsial) dari campuran bahan-bahan organik. Kompos yang digunakan sebagai pupuk disebut pula pupuk organik karena penyusunannya terdiri dari bahan-bahan organik. Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk (Yuwono, 2009).
Menurut Djuarnani, dkk (2005) Kualitas kompos sangat ditentukan oleh tingkat kematangan kompos, di samping kandungan logam beratnya. Bahan organik yang tidak terdekomposisi secara sempurna akan menimbulkan efek yang merugikan pertumbuhan tanaman. Penambahan kompos yang belum matang ke dalam tanah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Secara umum kompos yang sudah matang dapat dicirikan dengan sifat sebagai berikut:
1, Berwarna cokelat tua hingga hitam dan remah
2, Tidak larut dalam air, meskipun sebagian dari kompos bisa membentuk suspensi.
3, Jika digunakan pada tanah, kompos dapat memberikan efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman.
4, Tidak menimbulkan bau.

Menurut Indriani (2008) kompos memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
1, Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan
2, Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai
3, Menambah daya ikat air pada tanah
4, Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah
5, Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara
6, Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit
7, Membantu proses pelapukan bahan mineral
8, Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikrobia
9, Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

Pengomposan merupakan proses perombakan (dekomposisi) dan stabilisasi bahan organik oleh mikroorganisme dalam keadaan lingkungan terkendali (terkontrol) dengan hasil akhir berupa humus atau kompos. Proses pengomposan melibatkan sejumlah organisme tanah termasuk bakteri, jamur, protozoa, aktinomycetes, cacing tanah, dan serangga (Simamora dan Salundik, 2006). Menurut Indriani (2008) pengomposan merupakan peruraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara biologi dalam temperatur termofilik (temperatur yang tinggi) dengan hasil akhir bahan yang cukup bagus untuk digunakan ke tanah tanpa merugikan lingkungan.
Menurut Indriani (2008) pengomposan dapat terjadi dalam kondisi aerobik dan anaerobik. Pengomposan aerobik terjadi dalam keadaan adanya oksigen sedangkan pengomposan anaerobik merupakan pengomposan tanpa oksigen. Proses pengomposan aerobik akan dihasilkan CO2, air dan panas, sedangkan dalam proses pengomposan anaerobik akan dihasilkan metana (alkohol), CO2 dan senyawa antara seperti asam organik.
Proses pengomposan dapat berjalan lancar apabila kita memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1, Rasio C/N Bahan Baku
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 hingga 40, mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Selama proses pengomposan itu rasio C/N akan terus menurun. Kompos yang telah matang memilki rasio C/N-nya kurang dari 20.
2, Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba terjadi di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan organik sehingga proses pengomposan dapat berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan, misalnya dengan cara pencacahan.
3, Aerasi
Pengomposan dapat berjalan cepat bila kondisi oksigen mencukupi (aerob). Aerasi alami berlangsung saat terjadi peningkatan suhu, yang  menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan bahan kompos. Namun demikian, hal itu sangat tergantung pada ketebalan tumpukan bahan. Jika tumpukan bahan terlalu tebal maka aerasi akan berjalan lebih lambat. Aerasi juga ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila aerasi terhambat maka akan terjadi proses anaerob yang menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau dengan mengalirkan udara di dalam tumpukan bahan organik yang hendak dikomposkan itu.
4, Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan bahan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume  total. Rongga-rongga itu akan terisi air dan udara yang memasukkan oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan akan terganggu.
5, Kelembaban
Kelembaban memegang peran yang sangat penting dalam metabolisme mikroba, yang secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pasokan oksigen. Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba, sehingga sangat baik untuk proses pengomposan. Apabila kelembaban di bawah 40%, maka aktivitas mikroba akan menurun dan aktivitasnya akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembabannya lebih besar dari 60%, unsur hara akan tercuci, volume udara berkurang. Akibatnya, aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
6, Temperatur
Temperatur atau panas sangatlah penting dalam proses pengomposan. Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur, maka semakin tinggi aktivitas metabolisme, semakin banyak konsumsi oksigen, semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan bahan organik. Temperatur yang berkisar antara 30-700C menunujukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 700C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang dapat bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba pathogen tanaman.
7, pH
pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Proses pengomposan akan menyebabkan terjadinya perubahan pada bahan organik dan pH-nya.
8, Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat, seperti Hg, Cu, Zn, Cr adalah beberapa bahan yang masuk dalam kategori ini. Logam-logam berat itu akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan (Cr adalah beberapa bahan yang masuk dalam kategori ini. Logam-logam berat itu akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan (Yuliarti dan Isroi, 2009).

Proses pengomposan dapat dipercepat dengan bantuan aktivator. Beberapa aktivator yang tersedia di pasaran antara lain : OrgaDec, Stardec, EM-4, Fix-Up Plus dan Harmony. Pada penelitian ini, aktivator yang digunakan untuk mempercepat proses pengomposan  adalah EM-4. Proses pengomposan dengan bantuan EM-4 berlangsung secara anaerob (sebenarnya semi anaerob karena masih ada sedikit udara dan cahaya). Proses pengomposan dengan metode ini apabila berlangsung dengan baik, maka bau yang dihasilkan akan hilang (Indriani, 2008).

No comments:

Post a Comment