Hipotesis Endosimbiosis Dan Ketidaksahihannya

Posted by Nursaptia Purwa Asmara on Monday, January 07, 2013 with No comments
terusan dari postingan berjudul Asal Usul Tumbuhan Menurut HARUN YAHYA

Kemustahilan sel tumbuhan berevolusi dari sel bakteri tak mencegah para ahli biologi evolusi dari menghasilkan hipotesis-hipotesis rekaan. Namun, percobaan-percobaan membantah semua itu. Hipotesis yang paling terkenal adalah hipotesis "endosimbiosis."

Hipotesis ini diajukan oleh Lynn Margulis pada tahun 1970 di dalam bukunya The Origin of Eukaryotic Cells (Asal Usul Sel-Sel Eukariotis). Di dalam buku ini, Margulis menyatakan bahwa sebagai akibat kehidupan berkoloni dan parasit, sel-sel bakteri berubah menjadi sel-sel tumbuhan dan sel hewan. Menurut teori ini, sel-sel tumbuhan muncul ketika bakteri fotosintetik dimakan oleh sel bakteri lain. Bakteri fotosintetik berevolusi di dalam sel inang menjadi kloroplas. Akhirnya, organel-organel dengan struktur yang sangat rumit seperti inti, badan Golgi, retikulum endoplasma, dan ribosom berkembang, dengan satu atau lain cara. Maka, sel tumbuhan pun lahir. 

Sebagaimana telah kita lihat, tesis evolusionis ini tak lain dari hasil berkhayal. Tidak mengherankan, tesis ini dikecam oleh para ilmuwan yang melakukan penelitian yang sangat penting atas masalah ini pada sejumlah segi: kami bisa menyebutkan sebagai contoh di antaranya D. Lloyd, M. Gray dan W. Doolittle, serta R. Raff dan H. Mahler.

Hipotesis endosimbiosis didasarkan pada fakta bahwa mitokondria sel hewan dan kloroplas sel tumbuhan mengandung DNA tersendiri, yang terpisah dari DNA di dalam inti sel inang. Jadi, atas dasar ini, digagas bahwa mitokondria dan kloroplas sekali waktu adalah sel-sel mandiri yang hidup bebas. Akan tetapi, ketika kloroplas dipelajari lebih dalam, bisa dilihat bahwa pernyataan ini tidak sesuai. 

Di bawah ini sejumlah hal yang membantah hipotesis endosimbiosis:

1. Jika kloroplas, khususnya, dulunya sel mandiri, lalu seharusnya hanya ada satu hasil ketika kloroplas dimakan oleh sel yang lebih besar: yaitu, dicerna oleh sel inang dan digunakan sebagai makanan. Ini yang seharusnya terjadi, sebab bahkan jika kita menganggap bahwa sel inang yang bersangkutan tak sengaja menelan masuk suatu sel dari luar, bukan sengaja mencernanya sebagai makanan, bagaimana pun enzim-enzim percernaan sel inang seharusnya menghancurkannya. Tentu saja, beberapa evolusionis telah memperkirakan rintangan ini dengan mengatakan, "enzim-enzim pencernaan telah lenyap." Tetapi, inilah pertentangan yang nyata, sebab jika enzim pencernaan lenyap, sel akan mati karena kekurangan gizi.

2. Kembali, mari kita anggap semua kemustahilan itu terjadi dan sel yang dinyatakan sebagai moyang kloroplas ditelan sel inangnya. Dalam hal ini, kita dihadapkan dengan masalah lain: cetakbiru semua organel di dalam sel terkodekan di dalam DNA. Jika sel inang menggunakan sel-sel lain itu yang dimakannya sebagai organel, maka semua informasi yang dibutuhkan tentang sel-sel itu telah ada dan terkodekan di dalam DNA. DNA sel-sel yang dimakan akan memiliki informasi milik sel inangnya. Tak hanya keadaan seperti ini mustahil, dua DNA yang berbeda milik sel inang dan sel yang dimakan harus juga saling cocok setelah itu, suatu hal yang juga jelas mustahil.

3. Ada keselarasan besar di dalam sel yang tidak bisa dijelaskan oleh mutasi acak. Ada lebih dari satu kloroplas dan satu mitokondria di dalam sel. Jumlah keduanya naik dan turun sesuai dengan tingkat kegiatan sel, sama seperti organel-organel lain. Keberadaan DNA dalam badan organel-organel ini juga bermanfaat di dalam perkembanganbiakan. Sambil sel membelah, semua kloroplas yang berjumlah banyak itu juga membelah, dan pembelahan sel terjadi dalam waktu yang lebih singkat dan lebih teratur. 

4. Kloroplas adalah pembangkit tenaga yang mutlak pentingnya bagi sel tumbuhan. Jika organel-organel ini tak menghasilkan energi, banyak fungsi sel tidak akan berjalan, yang berarti bahwa sel tak bisa hidup. Fungsi-fungsi ini, yang begitu penting bagi sel, berlangsung dengan protein-protein hasil sintesis di kloroplas. Namun, DNA kloroplas sendiri tak cukup untuk mensintesis protein-protein ini. Sebagian terbesar protein disintesis menggunakan DNA inang di dalam inti sel.


Sementara keadaan yang dibayangkan oleh hipotesis endosimbiosis ini terjadi lewat sebuah proses coba-coba, pengaruh apakah yang akan mengenai DNA sel inang? Sebagaimana telah kita lihat, setiap perubahan pada suatu molekul DNA pasti tidak menghasilkan manfaat pada organisme itu; sebaliknya, mutasi yang demikian sudah pasti membahayakan. Di dalam bukunya, The Roots of Life (Akar-akar Kehidupan), Mahlon B. Hoagland menjelaskan keadaan ini:

Anda akan teringat bahwa kita belajar bahwa hampir selalu sebuah perubahan pada DNA organisme merugikan organisme itu; yakni, membawa ke penurunan kemampuan bertahan hidup. Dengan analogi, penambahan ucapan yang acak pada drama-drama Shakespeare tidak mungkin menambah keindahannya! .. Azas bahwa perubahan-perubahan DNA berbahaya karena mengurangi peluang bertahan hidup berlaku apakah sebuah perubahan pada DNA disebabkan oleh mutasi, atau pun oleh sejumlah gen asing yang sengaja kita masukkan.

Pernyataan yang diajukan oleh evolusionis tidak didasarkan pada percobaan ilmiah, sebab belum pernah teramati satu bakteri memakan. Dalam timbangan atas buku lain Margulis, Symbiosis in Cell Evolution (Simbiosis dalam Evolusi Sel), ahli biologi molekuler P. Whitfield menggambarkan situasi ini:
  • Endositosis prokariotis adalah mekanisme sel di dalam mana keseluruhan SET (Serial Endosymbiotic Theory—Teori Endosimbiotis Beruntun) agaknya berhenti. Jika satu prokariot tidak bisa menelan prokariot lain, sulit membayangkan cara endosimbiosis bisa terbentuk. Sayangnya bagi Margulis dan SET, tidak ada contoh mutakhir endositosis prokariotis atau endosimbiosis.